Kamis, 15 Desember 2016

Beberapa contoh Inovasi Penanganan Kemacetan

Kemacetan lalu lintas saat ini merupakan problem utama yang terjadi di DKI Jakarta termasuk di ruas Jalan Tol Dalam Kota Jakarta. Salah satu upaya untuk mengurangi tingkat kemacetan lalu lintas adalah melalui aplikasi teknologi Real Time Traffic Information System (RTTIS). Tujuan penerapan teknologi RTTIS adalah untuk mengoptimalkan volume lalu lintas pada suatu ruas jalan. Dengan mengetahui asal-tujuan perjalanan, maka pelaku perjelanan dapat memperoleh informasi rute terbaik yang dapat dilaluinya. Teknologi RTTIS memerlukan input berupa volume lalu lintas dan kecepatan kendaraan rata-rata secara real time yang dapat diperoleh dari sistem smart camera. Selanjutnya data diproses dan didiseminasikan kembali kepada pengguna jalan melalui berbagai perangkat, seperti variabel massage sign (VMS), cellular phone, sms, call centre, in-car tv, internet. Pendekatan RTTIS dalam mengatasi kemacetan lalu lintas diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Jasa Margadalam meningkatkan pelayanan transportasi di Jalan Tol Dalam Kota Jakarta dan juga untuk mengurangi tingkat kemacetan lalu lintas.Disamping itu manfaat yang diperoleh masyarakat adalah meningkatnya waktu tempuhuntuk mencapai tujuan perjalanan  Implementasi RTTIS tersebut juga harus dibarengi dengan upaya lain untuk mengatasi kemacetan lalu lintas seperti penerapan sistem angkutan umum massal, peningkatan kapasitas jaringan jalan tol serta kebijakan pendukung lainnya.
Tidak hanya hal itu, perlintasan sebidang juga merupakan biang-keladi kemacetan di kawasan Jabodetabek yang jumlahnya  saat ini mencapai  46 kawasan, terdapat lebih dari 100 titik simpang rawan macet di Jakarta. Belum lagi, pada musim hujan, faktor genangan dan banjir menambah tingkat keparahan kemacetan. 7 (tujuh) juta penduduk Jabodetabek yang melintas di jalan raya diantaranya 3 (tiga) juta lebih penduduk menggunakan kendaraan pribadi memperburuk kemacetan di Jakarta, sedangkan Busway sebagai angkutan andalan di Jakarta hanya mampu mengangkut sekitar 250.000 orang per hari atau hanya sekitar 6 (enam)% dari total penduduk yang lalu lalang. Keadaan ini dari waktu ke waktu semakin tidak menguntungkan, sehingga jika dibiarkan sudah tentu akan terjadi stagnan dan memunculkan masalah baru dikemudian hari.
Berberapa Inovasi atau Solusi untuk mengatasi kemacetan :
1.      Waktu Lampu Merah sebaiknya 90-120 menit.
Waktu lampu hijau yang begitu cepat. Sering baru 4-5 mobil yang berjalan lampu sudah kembali merah. Padahal antrian bisa mencapai 1 km atau sekitar 200 mobil. Untuk hal ini mungkin solusinya adalah memperpanjang waktu lampu hijau di tiap tempat jadi 1,5 atau 2 menit. Contoh kemacetan ini adalah di lampu merah pertigaan jalan Otista III dengan Otista Raya.
2.      Antrian Pembayaran Jalan Tol sebaiknya di Pintu Keluar
Pintu masuk jalan Tol. Antrian kendaraan untuk membayar jalan tol sering membuat macet karena bisa memanjang sampai lebih dari 1 km. Contohnya di pintu masuk Tol Tebet Barat 2 yang membuat macet sampai ke jalan layang ke arah Mampang. Sementara pintu tol Semanggi juga menimbulkan kemacetan yang sama parahnya. Harusnya pada jam macet jalan tol digratiskan saja sehingga tidak ada antrian bayaran yang membuat macet. Bisa juga pembayaran bukan di pintu masuk. Tapi di pintu keluar tol seperti di Tol Jagorawi. Sehingga antrian pembayaran tidak memacetkan pengguna jalan lainnya karena masih berada di jalan tol.
3.      Perlebar Titik-titik Macet di Jakarta dan Beri Jalan Layang / Terowongan.
Pada titik macet seperti perempatan Pancoran dan Kuningan, harus diperlebar 1 jalur sepanjang 500 meter. Kemudian beri jalan layang minimal 2 jalur sehingga untuk yang lurus terhindar dari kemacetan lampu merah. Tahun 2008 kemacetan menyebabkan kerugian sebesar Rp 28 trilyun. Jadi biaya untuk mengurangi kemacetan lebih kecil dibanding dampaknya. Jalan layang ini tidak boleh terhambat oleh antrian pembayaran di pintu masuk jalan tol seperti di Pintu Tol Tebet II Pancoran yang distop polisi. Sehingga tak ada bedanya dengan jalan biasa. Jalan layang jika perlu diperpanjang sehingga melewati pintu masuk tol tsb.
 


4.      Penambahan Rangkaian Kereta Api
Tambah rangkaian KRL. Contohnya untuk KRL Jakarta-Bogor, bisa ditambah 5 rangkaian. Dengan 8 gerbong, maka sekali jalan bisa menampung 800 penumpang. Sehari total bisa 40 ribu penumpang. Apalagi jika 1 rangkaian bisa ditingkatkan jadi 10 gerbong. Tentu panjang peron juga harus ditambah.
5.      Adakan Transportasi Air.
Daya gunakan kanal yang ada (yang dalam dan lebar) sebagai angkutan air (Water Way). Jerman berhasil membuat angkutan umum dengan kanal-kanalnya (Elbe–Havel Canal 56 km dan Mittelland Canal 325 km) dengan panjang total 381 km dan lebar 60 meter yang menghubungkan bukan cuma Jerman, tapi Perancis, Swis, Benelux, dan laut Baltik. Jakarta kalau sekedar 30 km saja harusnya bisa. Banjir Kanal Barat dan Banjir Kanal Timur harusnya bisa didayagunakan untuk angkutan air. Jembatan-jembatan harus dipertinggi agar perahu bisa lewat.

 


6.      Gunakan Mass Rapid Transportation (MRT)
Mass Rapid Transportation (MRT) mungkin 5-10 tahun baru jadi. Tapi harus direncanakan dari sekarang. Bagaimana dibuat jalur kereta yang benar-benar bebas hambatan MRT tidak harus di bawah tanah atau di jalan layang. Di jalan biasa pun bisa seperti di rel KA yang ada atau pun di tengah jalan tol. Contohnya Trem di atas yang ada di kota Rotterdam. Yang penting jalurnya harus benar-benar bebas hambatan atau steril. Caranya dengan membuat jalan layang atau underpass di persimpangan. Biaya subway pasti mahal karena perlu penerangan, AC/udara, dan listrik lainnya. Selain itu rentan banjir. Bahkan Subway New York saja sampai lumpuh berhar-hari akibat banjir setelah diterpa badai Sandy (CNN, NYT). Bayangkan apa yang terjadi dengan kota Jakarta yang memang langganan banjir. Sudah saatnya pemerintah memeriksa titik-titik kemacetan dan memperlebar jalur di sana. Jika perlu melakukan penggusuran.Pelebaran dan pendalaman kali Ciliwung dan kali-kali lainnya bisa membuat sungai yang ada di Jakarta sebagai jalan baru tanpa harus menggusur perumahan. Sekaligus juga mengurangi banjir karena daya tampung sungai jadi lebih besar. Solusi ini lebih murah daripada solusi monorail yang mencapai lebih dari 7 trilyun rupiah dan hanya mengcover daerah segitiga Sudirman, Gatot Subroto, dan Kuningan. Satu ide lagi, tidak ada salahnya jika pagi jam 7-9 jalan tol dari Cawang-Semanggi dijadikan satu arah hanya ke arah Semanggi saja. Karena pada pagi hari yang ke arah Semanggi begitu padat dan macet sementara arah sebaliknya sangat lengang. Tidak pakai jalan tol juga lancar. Sebaliknya ketika jam pulang kantor, jam 5-7 sore jalan tol dibuat 1 arah hanya ke arah Cawang. Dengan cara ini minimal kemacetan di jalan Gatot Subroto, Mampang, dan Sudirman bisa dikurangi. Alternatif yang lebih ekstrim adalah memindahkan ibukota dari Jakarta. Konon presiden Soeharto ingin memindahkan ibukota ke Jonggol sehingga pengusaha real estate Ciputra terlebih dulu sudah membuat perumahan di dekat Jonggol. Namun karena lengser rencana itu tidak terlaksana. Lebih baik lagi jika ibukota di pindah ke daerah yang kurang penduduknya seperti di Kalimantan sehingga penduduk pulau Jawa yang sangat padat bisa tersedot sebagian ke sana.





 

Sumber :


Tidak ada komentar:

Posting Komentar