Kemacetan
lalu lintas saat ini merupakan problem utama yang terjadi di DKI Jakarta
termasuk di ruas Jalan Tol Dalam Kota Jakarta. Salah satu upaya untuk
mengurangi tingkat kemacetan lalu lintas adalah melalui aplikasi teknologi Real
Time Traffic Information System (RTTIS). Tujuan penerapan teknologi RTTIS
adalah untuk mengoptimalkan volume lalu lintas pada suatu ruas jalan. Dengan
mengetahui asal-tujuan perjalanan, maka pelaku perjelanan dapat memperoleh
informasi rute terbaik yang dapat dilaluinya. Teknologi RTTIS memerlukan input
berupa volume lalu lintas dan kecepatan kendaraan rata-rata secara real time
yang dapat diperoleh dari sistem smart camera. Selanjutnya data diproses dan
didiseminasikan kembali kepada pengguna jalan melalui berbagai perangkat,
seperti variabel massage sign (VMS), cellular phone, sms, call centre, in-car
tv, internet. Pendekatan RTTIS dalam mengatasi kemacetan lalu lintas diharapkan
dapat dimanfaatkan oleh Jasa Margadalam meningkatkan pelayanan transportasi di
Jalan Tol Dalam Kota Jakarta dan juga untuk mengurangi tingkat kemacetan lalu
lintas.Disamping itu manfaat yang diperoleh masyarakat adalah meningkatnya waktu
tempuhuntuk mencapai tujuan perjalanan
Implementasi RTTIS tersebut juga harus dibarengi dengan upaya lain untuk
mengatasi kemacetan lalu lintas seperti penerapan sistem angkutan umum massal,
peningkatan kapasitas jaringan jalan tol serta kebijakan pendukung lainnya.
Tidak
hanya hal itu, perlintasan sebidang juga merupakan biang-keladi kemacetan di
kawasan Jabodetabek yang jumlahnya saat
ini mencapai 46 kawasan, terdapat lebih
dari 100 titik simpang rawan macet di Jakarta. Belum lagi, pada musim hujan,
faktor genangan dan banjir menambah tingkat keparahan kemacetan. 7 (tujuh) juta
penduduk Jabodetabek yang melintas di jalan raya diantaranya 3 (tiga) juta
lebih penduduk menggunakan kendaraan pribadi memperburuk kemacetan di Jakarta,
sedangkan Busway sebagai angkutan andalan di Jakarta hanya mampu mengangkut
sekitar 250.000 orang per hari atau hanya sekitar 6 (enam)% dari total penduduk
yang lalu lalang. Keadaan ini dari waktu ke waktu semakin tidak menguntungkan,
sehingga jika dibiarkan sudah tentu akan terjadi stagnan dan memunculkan
masalah baru dikemudian hari.
Berberapa Inovasi atau
Solusi untuk mengatasi kemacetan :
1.
Waktu Lampu Merah sebaiknya 90-120
menit.
Waktu
lampu hijau yang begitu cepat. Sering baru 4-5 mobil yang berjalan lampu sudah
kembali merah. Padahal antrian bisa mencapai 1 km atau sekitar 200 mobil. Untuk
hal ini mungkin solusinya adalah memperpanjang waktu lampu hijau di tiap tempat
jadi 1,5 atau 2 menit. Contoh kemacetan ini adalah di lampu merah pertigaan
jalan Otista III dengan Otista Raya.
2.
Antrian Pembayaran Jalan Tol sebaiknya
di Pintu Keluar
Pintu
masuk jalan Tol. Antrian kendaraan untuk membayar jalan tol sering membuat
macet karena bisa memanjang sampai lebih dari 1 km. Contohnya di pintu masuk
Tol Tebet Barat 2 yang membuat macet sampai ke jalan layang ke arah Mampang.
Sementara pintu tol Semanggi juga menimbulkan kemacetan yang sama parahnya.
Harusnya pada jam macet jalan tol digratiskan saja sehingga tidak ada antrian
bayaran yang membuat macet. Bisa juga pembayaran bukan di pintu masuk. Tapi di
pintu keluar tol seperti di Tol Jagorawi. Sehingga antrian pembayaran tidak
memacetkan pengguna jalan lainnya karena masih berada di jalan tol.
3.
Perlebar Titik-titik Macet di Jakarta
dan Beri Jalan Layang / Terowongan.
Pada
titik macet seperti perempatan Pancoran dan Kuningan, harus diperlebar 1 jalur
sepanjang 500 meter. Kemudian beri jalan layang minimal 2 jalur sehingga untuk
yang lurus terhindar dari kemacetan lampu merah. Tahun 2008 kemacetan
menyebabkan kerugian sebesar Rp 28 trilyun. Jadi biaya untuk mengurangi
kemacetan lebih kecil dibanding dampaknya. Jalan layang ini tidak boleh
terhambat oleh antrian pembayaran di pintu masuk jalan tol seperti di Pintu Tol
Tebet II Pancoran yang distop polisi. Sehingga tak ada bedanya dengan jalan
biasa. Jalan layang jika perlu diperpanjang sehingga melewati pintu masuk tol
tsb.
4.
Penambahan Rangkaian Kereta Api
Tambah
rangkaian KRL. Contohnya untuk KRL Jakarta-Bogor, bisa ditambah 5 rangkaian.
Dengan 8 gerbong, maka sekali jalan bisa menampung 800 penumpang. Sehari total
bisa 40 ribu penumpang. Apalagi jika 1 rangkaian bisa ditingkatkan jadi 10
gerbong. Tentu panjang peron juga harus ditambah.
5.
Adakan Transportasi Air.
Daya
gunakan kanal yang ada (yang dalam dan lebar) sebagai angkutan air (Water Way).
Jerman berhasil membuat angkutan umum dengan kanal-kanalnya (Elbe–Havel Canal
56 km dan Mittelland Canal 325 km) dengan panjang total 381 km dan lebar 60
meter yang menghubungkan bukan cuma Jerman, tapi Perancis, Swis, Benelux, dan
laut Baltik. Jakarta kalau sekedar 30 km saja harusnya bisa. Banjir Kanal Barat
dan Banjir Kanal Timur harusnya bisa didayagunakan untuk angkutan air.
Jembatan-jembatan harus dipertinggi agar perahu bisa lewat.
6.
Gunakan Mass Rapid Transportation (MRT)
Mass
Rapid Transportation (MRT) mungkin 5-10 tahun baru jadi. Tapi harus
direncanakan dari sekarang. Bagaimana dibuat jalur kereta yang benar-benar
bebas hambatan MRT tidak harus di bawah tanah atau di jalan layang. Di jalan
biasa pun bisa seperti di rel KA yang ada atau pun di tengah jalan tol.
Contohnya Trem di atas yang ada di kota Rotterdam. Yang penting jalurnya harus
benar-benar bebas hambatan atau steril. Caranya dengan membuat jalan layang atau
underpass di persimpangan. Biaya subway pasti mahal karena perlu penerangan,
AC/udara, dan listrik lainnya. Selain itu rentan banjir. Bahkan Subway New York
saja sampai lumpuh berhar-hari akibat banjir setelah diterpa badai Sandy (CNN,
NYT). Bayangkan apa yang terjadi dengan kota Jakarta yang memang langganan
banjir. Sudah saatnya pemerintah memeriksa titik-titik kemacetan dan
memperlebar jalur di sana. Jika perlu melakukan penggusuran.Pelebaran dan
pendalaman kali Ciliwung dan kali-kali lainnya bisa membuat sungai yang ada di
Jakarta sebagai jalan baru tanpa harus menggusur perumahan. Sekaligus juga
mengurangi banjir karena daya tampung sungai jadi lebih besar. Solusi ini lebih
murah daripada solusi monorail yang mencapai lebih dari 7 trilyun rupiah dan
hanya mengcover daerah segitiga Sudirman, Gatot Subroto, dan Kuningan. Satu ide
lagi, tidak ada salahnya jika pagi jam 7-9 jalan tol dari Cawang-Semanggi
dijadikan satu arah hanya ke arah Semanggi saja. Karena pada pagi hari yang ke
arah Semanggi begitu padat dan macet sementara arah sebaliknya sangat lengang.
Tidak pakai jalan tol juga lancar. Sebaliknya ketika jam pulang kantor, jam 5-7
sore jalan tol dibuat 1 arah hanya ke arah Cawang. Dengan cara ini minimal
kemacetan di jalan Gatot Subroto, Mampang, dan Sudirman bisa dikurangi. Alternatif
yang lebih ekstrim adalah memindahkan ibukota dari Jakarta. Konon presiden
Soeharto ingin memindahkan ibukota ke Jonggol sehingga pengusaha real estate
Ciputra terlebih dulu sudah membuat perumahan di dekat Jonggol. Namun karena
lengser rencana itu tidak terlaksana. Lebih baik lagi jika ibukota di pindah ke
daerah yang kurang penduduknya seperti di Kalimantan sehingga penduduk pulau
Jawa yang sangat padat bisa tersedot sebagian ke sana.
Sumber
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar